Friday, July 12, 2013

Jatuh Cinta dan Menjaga Rasa Jatuh Cinta

Mengapa orang (memilih untuk) menikah?

Secara idealis karena mereka adalah pasangan yang saling jatuh cinta dan ingin orang yg mereka cintai hanya menjadi milik mereka seorang. Kemudian mereka berusaha mengikat satu sama lain dan berikrar dalam pernikahan.
Mengapa rumah tangganya kemudian terus dan tetap bahagia?

(Menurut saya) Karena mereka terus menjaga rasa 'jatuh cinta' tersebut.
Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa (walaupun saya juga bilang tidak semua orang bisa dengan mudah jatuh cinta).

Tapi menjaga rasanya terus Jatuh Cinta itu susah sekali, dalam pernikahan (mungkin) jika mau langgeng perlu waktu seumur hidup.

Mengapa Jatuh Cinta itu mudah? Karena pada saat kita Jatuh Cinta yang memiliki peran utama adalah hati dan perasaan sedangkan panca indera hanya penghantar awal saja. Tentu saja ada 'sesuatu' yang membuat kita menjadi Jatuh Cinta dan biasanya dihantarkan dari panca indera, penglihatan, pendengaran, pembicaraan. Ada banyak hal, banyak cara, beragam, tidak berpola dan kadang tidak terduga. Bisa karena wajahnya, bisa karena suara tawanya, bisa hanya karena melihat cara dia berjalan, cara dia menyalakan rokok, bisa karena pola pikirnya (cerdas), bisa karena dia Jatuh Cinta dahulu kemudian kita jadi ikut Jatuh Cinta padanya dan masih banyak lagi.

Saat Jatuh Cinta kita menjadi buta, bisu dan tuli terhadap keburukan pasangan. Mengapa? Karena saat Jatuh Cinta yang terlihat hanya permukaan dari sifat-sifat, tindakan, pola tingkah, perilaku, perkataan ataupun kebiasaan. Walaupun ada yang bilang HARUS tampil apa adanya pada pasangan saat pacaran tetapi tetap saja tidak akan (pernah) sama ketika pasangan sudah menikah. Mungkin itu salah satu alasan mengapa ada banyak pasangan memilih untuk tinggal (hidup) bersama bahkan sebelum mengikrarkan janji pernikahan. Logika yang wajar dan mulai diadopsi oleh pasangan-pasangan kiblat modern.

Pada sebuah pernikahan kita akan melihat, mendengar, merasakan semua yang tak terlihat pada permukaan sifat-sifat, tindakan, pola tingkah laku, perkataan, kebiasaan tadi, termasuk yang berkategori buruk bukan hanya yang baik. Kita akan tinggal satu atap, berinteraksi 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, semua belang tersingkap, yang tadinya tidak terlihat terpapar jelas.

Di sinilah letak perbedaan Jatuh Cinta pertama kalinya dan kemauan untuk terus menggelorakan rasa Jatuh Cinta tersebut. Jika saat Jatuh Cinta pertama kalinya kamu melihat semuanya menjadi indah, lain halnya dengan menjaga rasa Jatuh Cinta. Hanya kamu yang bisa jujur terhadap diri sendiri, apakah rasa debar-debar itu masih ada ketika kamu menyentuh atau disentuhnya? Apakah debar-debar itu masih ada saat kamu menatap dan ditatap olehnya? Untuk semua yang kalian lakukan, apakah debar-debar Jatuh Cinta itu masih ada saat semua keburukan pasangan sudah kalian ketahui dengan jelas? Karena dalam pernikahan saat dalam keadaan kesal, jengkel, marah, sedih, kecewa rasa muncul dalam bentuk-bentuk baru seperti kompromi, itikad baik, penyesuaian, permakluman. Ini baik, tapi ini bukan kunci yang harus kamu simpan untuk menjaga pernikahanmu tetap bahagia. Kecuali kamu menginginkan pernikahanmu utuh. Pernikahan bahagia dan utuh menurut saya adalah dua hal yang berbeda.

Pernikahan bukan hanya soal komitmen bersama (tetap utuh) tapi juga rasa bersama (bahagia). Buat apa membohongi hati jika rasa Jatuh Cinta itu tidak ada lagi. Permasalahannya pasangan yang sudah menikah sering sekali mengabaikan rasa ini, sehingga kebosanan melanda kehidupan pernikahan mereka.

Beberapa poin ini bisa menjadi acuan untuk menjaga debar-debar rasa Jatuh Cinta itu tetap bergelora dalam kehidupan pernikahanmu, paling tidak dari pengalaman pribadi saya.

1. Jangan Pernah menghilangkan kebiasaan -kebiasaan yang kamu lakukan pada saat belum menikah contoh: nongkrong dengan teman, melakukan hobi (bisa mengajak pasangan atau pun sendiri), manja-manjaan dengan pasangan yang menurut orang lebay dan menurut orang tidak pantas dilakukan pasangan yang sudah menikah (cari sendiri contohnya). Pernikahan bukan beban yang membuatmu merasa kehilangan kebebasanmu (saat belum menikah). Pernikahan juga bukan berarti merombak pola hidup seseorang tetapi menambahkan tanggung jawaban akan pola hidup tersebut.

2. Seks. Saya taruh di nomer dua, karena seks adalah penting (sekali). Minta jika ingin. Tolak jika tidak. Selesai. Tentu saja dengan cara yang sopan. Setujui bahwa orgasme harus dicapai oleh kedua belah pihak. Tidak boleh egois. Kalau belum berhasil mencapai kata sepakat tadi jangan khawatir, banyak jalan menuju ke Roma. Jangan malu mengakui 'kemampuan'mu pada pasangan, cari solusi bersama.

3. Jadikan pasanganmu orang pertama yang tau apa pun yang kamu alami dan katakan "Aku butuh Dirimu", pada saat sedih, pengen curhat, kecewa bahkan saat bahagia. Jangan sering-sering juga, itu namanya ketergantungan akut.

4. Kadang pasangan hampir sama dengan teman, saat ada masalah kadang cuma butuh didengarkan bukan diberi solusi. Tapi ingat pasangan bukanlah hanya sekedar teman. Jika ada yang bilang jadikan pasanganmu sebagai teman, lagi-lagi saya tidak setuju. Pada teman tidak semua bisa kamu share dan kamu lakukan bersama tetapi pada pasangan harus bisa dan harus dicoba.

5. Ada yang bilang pertengkaran jangan dibawa sampai ke kamar, jadi istilahnya selesaikan dahulu sebelum tidur. Saya terus terang tidak setuju. Kalau sedang bertengkar, hati dan kepala terasa panas dan butuh didinginkan. Saat itulah kamu atau pasangan butuh waktu sendiri, give her/him a space! If she/he still love you, she/he will come back. Seperti magnet saja. Jika daya tarikmu atau daya tariknya hilang, keterikatan itu pun akan hilang. Oleh sebab itu menjaga rasa Jatuh Cinta penting bahkan disaat kebosanan usia pernikahan melanda.

6. Pastikan kamu tetap menarik dihadapan pasanganmu, ini penting. Tetaplah berpenampilan seperti dulu, saat kamu masih berpacaran. Tidak usah terlalu di paksakan tetapi tetap diusahakan karena tidak bisa dipungkiri faktor umur memang selalu mengikuti pola hidup juga.

7. Bagi tugas tumah tangga. Jaman sudah modern, cuci piring bisa menjadi tanggung jawab suami dan cuci mobil bisa menjadi tanggung jawab istri.  Tidak boleh egois, untuk urusan rumah tangga posisi suami dan istri sama.

8. Urusan anak adalah urusan bersama. Satu suara dalam mendidik anak. Satu suara dalam mengambil keputusan untuk masa depan anak atau menambah anak. Ingat anak itu bonus dari sebuah pernikahan bukan tujuan dari sebuah pernikahan! Ada yang bilang tujuan menikah adalah melangsungkan keturunan. Jika seperti itu buat apa mencari orang yang kamu cintai? Bukankah melangsungkan keturunan bisa dengan siapa saja? 

9. PIL/WIL
Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, tapi kamu tidak akan melirik rumput tetangga jika rumput di pekaranganmu selalu kamu jaga kesuburan dan kehijauannya (debar-debar rasa Jatuh Cinta tadi). Kalaupun terlanjur Jatuh Cinta dengan WIL/PIL lain tidak apa-apa, rasa itu nikmat dan tidak perlu dilawan. Ada juga sisi egoisme manusia yang merasa nyaman jika di-inginkan orang lain, benar? Berarti kamu menarik. Gunakan kondisi itu sebagai bumbu drama dalam kehidupan pernikahanmu. Caranya memang cukup ektrem: cari saja keburukan WIL/PIL yang bertolak belakang dengan pasanganmu. Sesuatu yang baru diawalnya memang selalu lebih menarik tetapi tidak selalu lebih baik. Apakah kamu cukup mau ambil resiko? Toh pada akhirnya prosesnya akan berulang kembali dari awal. Saya rasa kalau kamu masih memiliki debar-debar rasa Jatuh Cinta dengan pasanganmu, WIL/PIL hanya buang-buang waktumu saja, kebanggaan bagian dari egoisme.

10. EX
Buanglah EX pada tempatnya, jika tempat di 'dunia lain', bagus! Tapi jika tempatnya masih di hatimu memang agak (sedikit) berat. Bagus jika pasanganmu mengenalnya, paling tidak ada rasa cemburu, sikap posesif, karena rasa atau tindakan ini kadang juga diinginkan pasangan, rasa dimiliki dan dikuasai (coba jujur dengan diri sendiri), tentu saja pada porsi yang wajar dan tidak berlebihan. Jika tidak minimal cukup jadi bayang-bayang dalam hidupmu sekitar 20%? Bisa saja kamu (tetap) punya debar-debar Jatuh Cinta dengan pasanganmu tetapi tetap mengingat EX, asal jangan posisinya terbalik yah. Egoisme itu manusiawi kok hanya jangan sering-sering disalah gunakan.

11. Uang adalah masalah yang sensitif, bahkan dalam sebuah pernikahan. Terbukalah, tidak ada cara lain. Money can't buy me love but everything need money. Mudah-mudahan bisa menangkap maksudnya. Jadi memiliki penghasilan adalah penting.

12. Saling mengingatkan dalam kepercayaan (berdoa, berefleksi, dll) dan saling menghargai (bagi pasangan yang berbeda agama).

Tidak pernah ada kepastian bahwa kita sudah memilih orang yang tepat atau belum karena pada dasarnya setiap orang memiliki perbedaan, keunikan,  keburukan, keindahan masing-masing. Kamu hanya tinggal melengkapi satu sama lain.

Dalam artikel ini saya hanya bisa membahas sebuah pernikahan yang berproses lewat Jatuh Cinta, karena jika yang prosesnya alami saja bisa menimbulkan kendala apalagi yang proses awalnya sudah salah seperti ada tujuan finasial, dijodohkan, dan motif-motif lainnya (walaupun saya tidak menutup kemungkinan bahwa motif-motif awal sebuah pernikahan selain Jatuh Cinta tersebut juga bisa membina sebuah pernikahan yang terus bahagia). Perlu juga di-definisikan apa itu bahagia menurutmu, apakah hanya sekedar memiliki pasangan hidup? Punya keluarga lengkap suami/istri dan anak? Punya harta yang mencukupi? Atau punya keterikatan batin dan raga dengan seseorang yang membuatmu nyaman dan selalu tersenyum? Ingat-ingat lagi apa yang membuatmu Jatuh Cinta padanya. Jaga dan terus nikmati rasanya.

Pernikahan yang bahagia membutuhkan rasa Jatuh Cinta berulang-ulang dengan pasangan yang sama. Dan saya terus menerus Jatuh Cinta padanya yang membuat saya tertawa disetiap saat, bahkan ketika setiap orang lain bilang saya orang yang sangat lucu, ternyata pasangan saya jauh lebih lucu. Menurut saya tugasnya sangat berat, membuat seseseorang yang sudah sangat lucu tetap bisa tertawa. (RMP)

(12 July, 2013 - Happy 4th Anniversary, dadar gulingku, Meine Affe. Mari kita jaga debar-debar itu!)

http://koleksimedia.com/terbaru/nasional/jatuh-cinta-dan-menjaga-rasa-jatuh-cinta/

No comments: