Di tepi jalan panjang kudengar gelegar kilat petir menyambar
Satu persatu mereka bergegas, berlarian, melerai badai, menghindar rinai
Lalu nyanyian hujan berdenting sungguh merdu
Hingga mereka tak lagi menggerutu
Kakiku telanjang, telapaknya menyentuh aspal retak,
menyisakan butiran-butiran kasar kerikil dan debu
Kering, segersang denyut nadi kota ini
Tapi nyanyian hujan menciptakan dua bait melodi tentang kasih dan
sayang
Hati tergetar, terasuki energi cinta lalu berbinar
Kemejamu basah kukenakan di tubuhku
Begitu lekat seperti menyatu pada setiap lekuknya,
memeluk, membelai gerakan penuh gemulai
Aneh, bukan dingin yang kurasa tapi percikan hangat yang selalu kudamba
Mungkin ini juga karena nyanyian hujan, dia merayu tanpa ragu
Berdiri aku pada kokoh dua kakiku,
sedikit menggigil, tungkainya menahan raga sayu
Kurentangkan tangan, tengadahkan wajah pada langit kelam
Kurentangkan tangan, tengadahkan wajah pada langit kelam
Bulir-bulir surgawi membasuh kelopak bersatu dengan air mata dan tiap helai rambutku
Sayup lembut kudengar nyanyian hujan bagai mantra buluh perindu
Damai. (RMP)
25 Juli 2013. Takengon, BM - Aceh
No comments:
Post a Comment