Pagi yang macet ini menciptakan sebuah percakapan yang menarik antara saya dan lelaki saya mengenai tipikal orang Indonesia (walaupun tidak semua-nya). Dia bilang tipikal orang Indonesia adalah sok merasa orang penting.
"Tau kan kecelakaan Lion yang di Bali? Amsyong yah yang mau liburan, jadi nightmare!" Tiba-tiba saya bergumam setelah melihat beberapa foto-foto kecelakaan Lion yang terjadi hari Sabtu, 13 April 2013. Hmm tanggal 13!
"Iya. Kemarin baru saja dibahas sama teman-teman kantor."
"Oh ya? Bahas apaan?" Saya kepo
"Pesawat Lion itu kan pesawat baru*, jadi secara prosedural sebenarnya sangat memenuhi kelayakan terbang apalagi kalo ada yang bilang kalibrasi, ngga ada hubungannya." Saya sedikit paham mengenai kalibrasi atau biasa disebut control berkala terhadap suatu kerja mesin/benda agar dapat dipenuhi kelayakannya dalam ber-operasi (ilmu HSE).
"Pilotnya orang India? Celetuk saya tanpa bermaksud rasis.
"Terus kenapa emang? Orang ternyata pilot dan co-pilot-nya juga ngga bermasalah kok**. Bukan human error sich kalau kubilang. Cuaca juga bukan. Biarpun agak mendung, tapi bukan badai jadi ngga terlalu berbahaya juga buat landing. Masih inget ngga pas aku ada tugas ke Palembang trus pesawatku berputar-putar diatas selama setengah jam karena badai hebat dan akhirnya balik ke Jakarta lagi? Itu baru parah, malah kirain aku bakal mati waktu itu. "
"Hmm, iya. Inget." Saya seketika bergidik. Pikiran saya langsung melayang sekitar 5 tahun yang lalu. Memang persis saat itu pagi hari lelaki saya ada tugas ke Palembang dan jadwal penerbangannya jam 7.15 pagi dan di jam yang sama, persis mobil didepan mobil saya adalah sebuah mobil keranda (mobil jenasah), walaupun kosong, tetap merasa itu adalah bad sign atau bad luck untuk memulai suatu pagi, jadi cepat-cepat saya biarkan mobil saya disalip mobil lain demi menghilangkan pandangan buruk selama di perjalanan pagi hari menuju ke kantor. Tepat jam 9.00 lelaki saya telpon dan bilang kalau dia masih di Jakarta, tepatnya di bandara Soetta. Ia bercerita bahwa pesawatnya berputar-putar saja selama setengah jam di udara karena cuaca buruk dan akhirnya pilot memutuskan untuk kembali mendarat di Jakarta.
Diceritakan kembali dengan bahasa saya dan sedikit informasi (mudah-mudahan bisa untuk pengetahuan bagi orang awam) yang sudah di-observasi;
Dari banyak kasus kecelakaan pesawat terbang yang penyebabnya undershoot (gagal mencapai titik pendaratan) sebagian besar di-karenakan engine/mesin turbin pesawat
(biasanya salah satu) yang tiba-tiba berhenti. Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Engine/mesin turbin pesawat bisa tiba-tiba berhenti apabila navigasi atau sistem kendali dikacaukan oleh frekuensi gelombang radio. Karena apabila frekuensi HP dengan engine/mesin turbin kebetulan sama dan sinergi akan mengganggu jalannya engine/mesin turbin bahkan mati seketika. Frekuensi gelombang radio sendiri bukan hanya dikeluarkan dan/atau diterima HP tetapi juga oleh beberapa peralatan elektronik lainnya seperti computer, CD player, mini TV, game boy atau radio).
Berikut adalah bahaya lain selain gangguan navigasi/kendali yang ditimbulkan akibat frekuensi gelombang radio aktif dalam pesawat yang sedang terbang;
1. Arah terbang pesawat melenceng.
2. Indikator HIS (Horizontal Situational Indicator) pada pesawat terganggu.
3. Gangguan Frekuensi Komunikasi dari pesawat ke Air Traffic Controller (ATC) dan sebaliknya.
4. Kesalahan pada sistem Indikator bahan bakar pesawat.
5. Gangguan System pada Kemudi Otomatis pesawat
6. Gangguan arah Kompas (karena Komputer, CD, Game).
7. Gangguan indicator CDI (Course Deviation Indicator) karena Gameboy.
"Sebenarnya sih boleh saja menyalakan HP tapi jika pesawat sudah pada ketinggian lebih dari 30.000 kaki dari tower BTS (Base Transceiver Station)***, inget loh dari BTS, bukan daratan! Karena BTS sendiri itu tinggi-tinggi konstruksinya. Ini yang kadang-kadang suka salah diartikan. Soalnya BTS sendiri ada juga yang dibangun di tebing-tebing dan bukit pada daerah-daerah remote area, dikiranya sudah jauh ternyata ada BTS yang masih bisa menangkap signal HP." Kata lelaki saya yang memang sejak jaman lulus kuliah Teknik Elektro sudah melalang buana demi tower-tower BTS ini, "Karena toh tidak ada pengaruhnya kalau diatas 30.000 kaki dari tower BTS, soalnya jarang signal HP tertangkap oleh tower BTS tersebut. Jadi tidak ada frekuensi gelombang radio aktif." lanjut lelaki saya.
Yang paling berbahaya justru saat pesawat mau mendarat (landing) atau malah mau lepas landas (take off) karena frekuensi gelombang radio aktif justru mudah ditangkap oleh tower-tower BTS tersebut.
"Payahnya orang Indonesia memiliki tipikal yang sok merasa orang penting." Lanjut lelaki saya. Maksudnya?
Kalau boleh anda mengingat-ingat perjalanan yang pernah dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang, bisakah anda menghitung berapa banyak pemandangan saat orang yang berada dalam pesawat mematikan HP atau alat-alat elektronik lainnya in the last minute, pada detik-detik terakhir pada saat pesawat akan lepas landas (take off) atau pemandangan saat orang-orang tersebut (kembali) cepat-cepat menyalakan HP atau alat-alat elektronik lainnya pada saat pesawat sedang proses akan mendarat (landing)? Pasti jawabannya, sering.
Hampir semua orang yang naik pesawat itu tau bahwa ada larangan untuk menyalakan HP atau alat-alat elektronik lainnya pada saat melalukan penerbangan, walaupun ada beberapa yang tidak mengerti secara detail alasannya. Lucunya walaupun mereka sudah tau (bahkan sudah mengerti) sepertinya masih saja ada an excuse untuk melakukan hal-hal yang saya jelaskan diparagraf sebelumnya tadi. Terutama biasanya untuk HP, orang-orang (untuk kasus ini saya dan lelaki saya kebanyakan melihat orang Indonesia, maaf.) tersebut seolah-olah memposisikan dirinya sebagai orang penting (sekali) yang memang harus tetap online dengan telepon genggam mereka karena jika tidak akan menderita kerugian besar (seperti kehilangan peluang bisnis) atau kehilangan informasi yang amat sangat sungguh penting jika lebih awal mematikan HP (saat lepas landas/take off ) ataupun tidak segera menyalakannya kembali (saat mendarat/landing).
Padahal pengalaman saya, lelaki dan beberapa teman saya, biasanya jarang sekali kami langsung menerima telepon sebelum/setelah mendarat baik dari rekan kerja/bisnis/teman/keluarga/dll , karena biasanya komunikasi yang paling efektif adalah sms. Lagipula jika yang menelepon adalah orang yang cukup dekat dengan kita, biasanya mereka akan tau jadwal penerbangan kita dan tidak akan mengganggu sampai kita benar-benar dalam posisi siap untuk menerima telepon.
Tapi mungkin jika pemandangannya kelihatan bahwa ada seseorang yang buru-buru menyalakan HP atau mematikan HP di menit-menit terakhir, pemikiran bahwa orang tersebut adalah orang penting (aja/sekali/banget, boleh dipilih yang mana suka) mungkin akan muncul (setidaknya dari orang yang buru-buru tadi).
Terus apa dong namanya kalo bukan tipikal (orang Indonesia) SOK MERASA ORANG PENTING? (RMP)
Diceritakan kembali dari J.S seorang praktisi di bidang telekomunikasi
* Pesawat berjenis Boeing 737-800 NR buatan 2012 masih baru (pertama kali beroperasi 28 Maret 2013).
** Pilot profesional (dengan jam terbang yang tinggi 10.000 jam terbang) dan dalam keadaan sehat jasmani.
*** Base Transceiver Station (BTS) adalah
bagian dari network element GSM yang berhubungan langsung dengan Mobile
Station (MS). BTS berfungsi sebagai pengirim dan
penerima (transciver) sinyal komunikasi dari/ke MS serta menghubungkan
MS dengan network element lain dalam jaringan GSM. Bentuk fisik sebuah BTS pada umumnya berupa tower
dengan dilengkapi antena sebagai transceiver dan perangkatnya. Sebuah
BTS dapat mecover area sejauh 35 km.
No comments:
Post a Comment