Melarut malam pada sebuah gelas,
ketika ada banyak rasa tertuang disana
Pada puisi yang kurindu, pula pada kalimat berbaris dan melayang pada lembaran buku
Pada jingkat kaki, liuk tubuh menanggap bunyi nada swara
Sejak ayam itu berkokok hingga jangkrik menunggu giliran berbagi suara,
aku merindu pada peluh yang menitik demi roda berputar
Pada tanah basah serta hijaunya daun,
lalu birunya langit dan pantai
Merindu pada kelamnya dalam laut
Merambah menit, berkejaran pada pusaran airnya
Detiknya menyentuh dasar serupa angin beliung
Kadang riak gelombang datang tanpa diundang
Melarut malam pada sebuah gelas,
dan aku seperti seperti mencipta ruang diam pada rentang sang waktu,
pada hembusan nafas dalam keheningan pertemuan jiwa terhadap raganya,
pada senyum, tangis, tawa, cemooh dari manusia yang hanya lewat sesaat,
pada keriaan semu penghapus jemu.
Tanpa sadar hanya senyap yang setia menemaninya
Sejenak aku terpaku, sudah selama itukah aku menunggu?
Bergelora dalam asa pada sebuah wadah kaca,
Jantung berdegup laksana bayi bertemu udara baru, lepas dari rahim sang ibu
Terkejut ingin merayakannya
ahh.... kadang rindu tak mengenal apa itu sewindu
Maret 18
Juni 5
-Sewindu Rindu-
Pada puisi aku merindu,
pula pada kalimat berbaris dan melayang pada lembaran buku
Pada jingkat kaki, liuk tubuh menanggap bunyi nada swara
Pada peluh yang menitik demi roda berputar
Pada tanah basah serta hijaunya daun. Lalu birunya langit dan pantai
Pada kelamnya dalam laut
Pada hembusan nafas dalam keheningan pertemuan jiwa terhadap raganya,
pada senyum, tangis, tawa, cemooh dari manusia yang hanya lewat sesaat
Pada keriaan semu penghapus jemu.
Jantung berdegup laksana bayi bertemu udara baru, lepas dari rahim sang ibu
Terkejut ingin merayakannya
ketika ada banyak rasa tertuang disana
Pada puisi yang kurindu, pula pada kalimat berbaris dan melayang pada lembaran buku
Pada jingkat kaki, liuk tubuh menanggap bunyi nada swara
Sejak ayam itu berkokok hingga jangkrik menunggu giliran berbagi suara,
aku merindu pada peluh yang menitik demi roda berputar
Pada tanah basah serta hijaunya daun,
lalu birunya langit dan pantai
Merindu pada kelamnya dalam laut
Merambah menit, berkejaran pada pusaran airnya
Detiknya menyentuh dasar serupa angin beliung
Kadang riak gelombang datang tanpa diundang
Melarut malam pada sebuah gelas,
dan aku seperti seperti mencipta ruang diam pada rentang sang waktu,
pada hembusan nafas dalam keheningan pertemuan jiwa terhadap raganya,
pada senyum, tangis, tawa, cemooh dari manusia yang hanya lewat sesaat,
pada keriaan semu penghapus jemu.
Tanpa sadar hanya senyap yang setia menemaninya
Sejenak aku terpaku, sudah selama itukah aku menunggu?
Bergelora dalam asa pada sebuah wadah kaca,
Jantung berdegup laksana bayi bertemu udara baru, lepas dari rahim sang ibu
Terkejut ingin merayakannya
ahh.... kadang rindu tak mengenal apa itu sewindu
Maret 18
Juni 5
-Sewindu Rindu-
Pada puisi aku merindu,
pula pada kalimat berbaris dan melayang pada lembaran buku
Pada jingkat kaki, liuk tubuh menanggap bunyi nada swara
Pada peluh yang menitik demi roda berputar
Pada tanah basah serta hijaunya daun. Lalu birunya langit dan pantai
Pada kelamnya dalam laut
Pada hembusan nafas dalam keheningan pertemuan jiwa terhadap raganya,
pada senyum, tangis, tawa, cemooh dari manusia yang hanya lewat sesaat
Pada keriaan semu penghapus jemu.
Jantung berdegup laksana bayi bertemu udara baru, lepas dari rahim sang ibu
Terkejut ingin merayakannya
No comments:
Post a Comment