Sebuah Surat Kartini - Kepada Rosa Abendanon
Mandri
21 Januari 1901
Tadi sore kami pergi ke pantai dan kami mandi di
laut. Lautnya tenang menyenangkan dan sama warnanya. Saya duduk di atas batu
karang dengan kaki terjuntai ke dalam air dan mata memandang jauh ke kaki
langit. Aduhai! Alangkah indah jelitanya bumi ini. Kedamaian, rasa bahagia,
rasa terima kasih meresap ke dalam hati saya. Alam tidak pernah membiarkan kami
pergi sebelum dihiburnya, apabila kami datang kepadanya untuk minta dihibur.
Telah lama dan telah banyak saya memikirkan
perkara pendidikan, terutama akhir-akhir ini. Saya pandang pendidikan itu
sebagai kewajiban yang demikian mulia dan suci, sehingga saya anggap suatu
kejahatan apabila tanpa kecakapan yang sempurna saya berani menyerahkan tenaga
untuk perkara itu. Sebelumnya harus dibuktikan apakah saya mampu menjadi
pendidik. Bagi saya pendidikan itu merupakan pembentukan budi dan jiwa. Aduh,
saya sama sekali tidak akan dapat berpuas diri apabila sebagai guru saya merasa
tidak dapat menjalankan tugas seperti yang saya wajibkan sendiri kepada
pendidik yang baik. Dengan mengembangkan pikiran saja tugas pendidikan belum
selesai, belum boleh selesai. Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan
budi pekerti, walaupun tidak ada hukum yang secara pasti mewajibkan melakukan
tugas itu. Namun, secara moril ia wajib berbuat demikian.
Dan saya bertanya pada diri saya sendiri:
dapatkah kiranya saya menjalankan tugas itu? Saya, yang masih perlu juga
dididik ini? Sering saya mendengar orang mengatakan bahwa dari yang satu dengan
sendirinya budi itu menjadi halus, luhur. Tapi, dari pengamatan saya, saya
berpendapat bahwa hal itu sama sekali tidak selamanya demikian. Peradaban,
kecerdasan pikiran, belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Dan orang tidak
boleh terlalu menyalahkan mereka yang budi pekertinya tetap jelek meskipun
pikirannya cerdas benar. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahannya tidak
terletak pada mereka sendiri melainkan pada pendidikan mereka. Aduh telah
sangat banyaknya mereka mengusahakan kecerdasan pikiran. Tapi, apa yang telah
diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti mereka?
Aduhai, dengan gembira saya benarkan pikiran
suami nyonya yang demikian jelas terbaca dalam surat edaran tentang pengajaran
untuk anak-anak perempuan Bumiputera: perempuan sebagai pendukung peradaban!
Bukan, bukan karena perempuan yang dianggap cakap untuk itu, melainkan karena
saya sendiri juga yakin sungguh-sungguh bahwa dari perempuan mungkin akan timbul
pengaruh yang besar, yang baik atau buruk akan berakibat besar bagi kehidupan:
bahwa dialah yang paling banyak dapat membantu meninggikan kadar kesusilaan
manusia.
Dan, bagaimana ibu-ibu Bumiputera dapat mendidik
anak-anaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan?
Karena itulah maka saya amat sangat gembira atas
maksud yang mulia hendak memberikan pendidikan dan pengajaran kepada
gadis-gadis Bumiputera itu. Sudah lama saya mengerti bahwa hanya itulah yang
dapat membawa perubahan dalam kehidupan perempuan Bumiputera itu. Sudah lama
saya mengerti bahwa hanya itulah yang dapat membawa perubahan dalam kehidupan
perempuan Bumiputera yang menyedihkan ini. Pengajaran kepada anak-anak
perempuan akan merupakan rahmat, bukan hanya untuk perempuan saja melainkan
untuk seluruh masyarakat.
Di mana-mana kami mendengar orang membicarakan
sekolah-sekolah yang akan didirikan untuk anak perempuan Bumiputera. Betapa
bersinar-sinar mata kami. Dan hati kami menjadi gembira kalau kami mendengar
rencana itu dibicarakan dengan penghargaan dan persetujuan yang begitu banyak.
Kerap kami harus menggigit bibir untuk tidak bersorak-sorak kegirangan;
menggenggam tangan kami erat-erat untuk tidak menyatakan kegembiraan kami
dengan keras.
Di kalangan perempuan Bumiputera sendiri,
sepanjang pengetahuan kami, sangat gembira akan hal ini. Semua yang kami ajak
bicara tentang perkara itu ingin menjadi anak lagi untuk dapat turun mengeyam
pengajaran itu. Alangkah bagusnya! Sekolah-sekolah Bumiputera di Pati, Kudus,
Jepara dan di distrik-distrik dapat menunjukkan bukti-bukti nyata kepada nyonya
mengenai keberhasilan pekerjaan yang mulia itu; anak-anak perempuan dari
kalangan rakyat yang bersekolah di situ jumlahnya semakin bertambah.
No comments:
Post a Comment