Sunday, October 2, 2022

Cerita Di balik Sekardus Kopi

Akhirnya saya order kopi lagi. Ini bukanlah tentang mengorder kopi di salah satu coffee shop terkemuka di sudut-sudut setiap kota, seperti Starbucks, Maxx Coffee atau Kopi Kenangan.  Singkat cerita saya menyibukkan diri merambah usaha sembako. Setelah sekian lama tidak stock barang berupa kopi hitam kemasan. Entah mengapa meski bukan masuk dalam kategori sembako tetapi setiap usaha sembako pasti selalu menyertakan kopi di dalam list jualannya. Semalam ketika merapikan gudang, tiba-tiba saya jadi teringat bahwa stock barang terakhir yang berupa kopi senilai 22 juta dibuat terbengkalai oleh rekan kerja terdahulu. Ada puluhan karton kopi yang dimakan rayap. Dia mencibir dan mensyukuri kemalangan tersebut dikarenakan akibat perilaku saya, meski saya sendiri bingung, padahal yang bikin banyak rayap kan rumah beliau hehe.. 

Sedikit ajaib menurut saya karena sebelumnya barang tersebut dipercayakan dan kami sepakat menjadikan rumah beliau gudang stock barang. Oh, iya saya lupa cerita bahwa hubungan bisnis tidak berjalan mulus dan berhenti di tengah jalan setelah hampir satu tahun lamanya berjalan. Saat peristiwa sulit itu terjadi dengan semangat kerja bakti, pelan-pelan bersama ART yg lama, kami bersihkan satu persatu kopi-kopi sachetan tersebut dan memindahkan barang yang masih bisa terselamatkan isinya ke karton pengganti lain. Ternyata bungkus kopi sachet juga setangguh rasa pahitnya. Meski karton sudah separuh lebih hancur dimakan rayap tetapi kopi tetap utuh dan aman dalam sachetan yang kokoh. Kami memindahin semua barang yang tersisa ke gudang dadakan, yaitu garasi mobil yang saya sulap menjadi gudang seadanya, kalau saya tidak salah masih sekitar 240an karton sisanya. Semuanya dibiarkan tergeletak begitu saja tanpa upaya apapun dari beliau. Beliau hanya mengirimkan pesan di wa dan menginformasikan ke saya bahwa lebih baik sisanya dipindahkan ke rumah saya daripada semakin banyak yang rusak. 

Saya memutar otak, selama ini kami melakukan usah jual beli sembako secara partai, minimal order 100 karton dengan segelintir pelanggan. Tentunya semakin banyak pesanan bukan saja semakin besar modal tetapi juga semakin kecil keuntungannya. Saya pikir saya tetap bisa meneruskan usaha ini secara grosir tanpa harus mengandalkan pelanggan-pelanggan lama yang terbiasa dengan konsep pembelian partai, harus ada sistem baru, rencana cadangan. Maka mulailah saya bergerilya mencari pelanggan-pelanggan baru. Istilahnya ngider, ngemper atau blusukan ke setiap warung-warung atau toko yang biasa menjual secara retail, sambil membaca arus berjualan sembako yang tepat sebaiknya bagaimana dengan kondisi yang serba terbatas waktu itu. Baik posting online via market place, juga menawarkan di beberapa wag UMKM bahkan ke pelaku usaha kuliner, saya lakukan. Ternyata semesta iba pada saya yang merana ini hihihi.. Tiba-tiba boom! Harga jual kopi melonjak hampir 2X lipat. Alhasil stock yang masih banyak tadi laris bak jualan kacang goreng. Meski bukan kardus asli harga sedikit murah dilahap juga oleh pedagang lainnya. Alhamdullilah! Uang kembali utuh bahkan ada nikmat profit yang cukup manis. 

Kendala masih muncul dari rekan kerja terdahulu yang mengumbar sana-sini minta royalti alias jatah profit barang yang sudah terjual laris. Padahal semua pembukuan sudah clear dan closing. Saya bilang ke si pembawa berita; kalau saya sih sudah selesai, kalau beliau belum, silahkan menagih apa yang beliau rasa masih menjadi haknya kepada saya. Saya akan buka lagi semua yang tercatat dan sudah terselesaikan, supaya masing-masing tidak seolah-olah lupa ingatan. Rupanya tidak sekalipun beliau kunjung datang. Sejak itu tidak jarang beliau menjelek-jelekkan saya kesana-kemari, macam-macam saja isi kegundahan pikirannya. Lucunya beritanya selalu saja sampai ke telinga saya dan ada saja yang membawa infonya kembali kepada saya, meski saya bukan tipe orang yang berusaha mencari tahu berita tentang diri saya sendiri yang keluar dari mulut orang lain. Mulai dari cerita beliau yang berusaha menghasut orang-orang sekitar kalau saya menjual barang dengan harga yang mahal, saya culas dalam berbisnis, saya masih berhutang padanya atau saya diusir dari tempat parkiran mobil karena tidak bayar sewa. Ada lagi beredar cerita bahwa saya membeli mobil baru karena suami dapat jatah sogokan dari kontraktor. Sampai menyerang hal-hal yang sifatnya pribadi, perihal aliran kepercayaan yang saya anut, sesat. Ketika dekat dengan seseorang saya memang selalu menampilkan sisi diri saya yang sesungguhnya, juga dalam berbagi hal-hal yang saya pikir penting untuk dibagikan. Ternyata saya terlalu naif untuk menyadari bahwa tidak setiap orang mau memahami tanpa mengikuti dan menghakimi. Pada akhirnya saya selalu tidak pernah ambil pusing, karena jika diambil akan membuat pusing. Sesuatu yang dipikirkan kembali akan menjadi pusing yang akumulatif. Meski begitu tetap ada-ada saja perihal yang menjadi hiburan tersendiri dan membuat saya tersenyum geli-geli sendiri karenanya. Tanpa saya sadari, tersenyum terlebih lagi tertawa adalah zat dopamin alami yang baik bagi tubuh manusia. Hal tersebut tidak berhenti dan terus-menerus terjadi saat beliau memunculkan dan mengelola pikiran-pikiran negatifnya tentang saya dan mungkin tentang semua orang? Sekali lagi jangan diambil karena bisa bikin pusing. Kadang saya bertanya-tanya apakah ini juga bentuk-bentuk perlawanan psikologis seseorang saat kekecewaan terjadi? Sehingga sikap mengada-ada akan suatu perihal terasa lebih mudah dan mengasyikan untuk dilakukan daripada bersikap legowo dengan kesalahan diri sendiri atau bahkan mungkin kesalahan orang lain. Pada akhirnya berusaha bersikap bijak untuk sesegera mungkin move on akan sangat mustahil dan sulit kita lakukan?

Dalam hidup manusia memang tidak ada yang abadi atau permanen. Untung rugi, malang bahagia, sakit sehat, sedih gembira, kecewa puas, dan hal hal lain yang punya sisi bertolak belakang. Tetapi manusia sejatinya tidak perlu lagi menoleh peristiwa yang sudah berlalu, aah seperti saat ini, saya baru saja menoleh ke belakang. Fokuslah pada masa sekarang. Jangan membandingkan diri kita dengan orang lain. Seyogyanya bandingkan diri dengan kita yang sebelumnya. Apa saja yang telah kita lewati dan pelajari, apa yang baik dan buruk untuk kita. Sambil terus berusaha menjadi versi terbaik diri kita sendiri setiap waktu. Tidak pernah ada kata terlambat untuk sebuah perubahan, sekecil apapun itu, terutama jika mengarah ke sisi positif. Saya pun masih berjuang dan tidak pernah mau berhenti untuk hal-hal baik yang saya yakini, apapun itu.

Selamat hari Minggu. Semua jadi berkat.☺️💐🤍🍀🕯️🙏


1/10/2022 01.00

No comments: