Monday, May 24, 2021

Veni Sancte Spiritus

Veni Sancte Spiritus 
(Datanglah ya Roh Kudus)

Sudah sejak awal iman Kristiani mengarahkan manusia untuk selalu hidup seturut roh dan bukan kehendak daging. Apa yang tertulis dalam kitab suci secara sangat halus dan lembut memetakannya pada jalan kesadaran non dualitas. Meski pada setiap bacaan kitab suci umat Kristiani hal tersebut tidak secara gamblang dijelaskan namun tersirat sehingga membutuhkan pemahaman yang sungguh mendalam melampaui pencarian jalan kebenaran yang selama ini diyakini umat Kristiani secara dualitas, aku dan Tuhanku yang berjarak.

Hidup seturut kehendak roh dan daging merupakan dua hal yang jelas bertentangan. Kehendak daging nyata dalam perbuatan kecemaran oleh hawa nafsu; percabulan, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan dan bermegah diri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan hal serupa yang mengikuti hawa nafsu serta keinginan-keinginan duniawi lainnya. Sementara kehendak roh mengarah pada kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Dan sejatinya dalam roh tidak ada satu pun hukum yang menentang hal-hal baik tersebut. Begitu juga jika disandingkan pada ajaran setiap kepercayaan yang ada di muka bumi.

Umat Kristiani merayakan hari raya Pentakosta. 50 hari setelah Paskah, peristiwa kebangkitan. Pantekosta juga merupakan peringatan turunnya sepuluh perintah Allah kepada Musa dalam kitab perjanjian lama dan kehadiran roh Kudus (keilahian) atas para rasul dalam kitab perjanjian baru. Meski tidak dirayakan semeriah Natal ataupun Paskah. Hari raya Pentakosta merupakan penanda penting dalam kehidupan berohani bagi umat Kristiani. Perayaan akan keilahian diri sejati yang dikenali dengan hadirnya roh Kudus.

Pertentangan antara berkehidupan menurut kehendak roh atau daging secara berbeda dinyatakan dengan cara yang unik. Dalam 10 perintah Allah kepada Musa maklumatnya menjadi jelas bahwa kehendak daging bukanlah jalan berkehidupan diri sejati manusia. Hal tersebut menjadi wajib saat dituliskan dengan kata awalan 'jangan' dari perintah yang diturunkan kepada manusia melalui Musa, mulai dari yang pertama sampai yang terakhir. Begitu pula halnya dalam kitab perjanjian baru ketika roh Kudus turun dalam lidah-lidah api kepada para rasul sehingga mereka mampu berkata-kata dalam bahasa roh satu sama lain. Peristiwa yang mendeklarasikan kembali bahwa setiap manusia (para rasul) menjadi satu kesatuan dalam keilahian. 

Di jaman sekarang atau jika bisa membahasakan dengan istilah jaman Kali Yuga (kegelapan), buah-buah roh yang tumbuh dalam diri sejati bukan sekedar hadir dalam kemampuan berbahasa roh semata-mata atau kemampuan kurniawi dan bernubuat. Buah roh tampak dalam bahasa yang sangat universal, yaitu bahasa kasih dan kebijaksanaan. Keduanya mampu membuat manusia saling memahami, saling mengerti satu sama lain dan menjadikan setiap manusia terhubung satu sama lain, satu kesatuan. Buah roh dalam bahasa kasih dan kebijaksanaan tumbuh saat manusia hidup dalam kehendak roh, meski sudah ada sejak manusia dilahirkan. Banyak jiwa tetapi satu kehadiran, banyak karunia tetapi satu roh, banyak talenta dan anugerah bernubuat tetapi tidak terpisah. Pemaknaan keilahian non dualitas itu dengan sendirinya menghilangkan identitas manusia, baik suku, ras, agama, posisi, status, kedudukan, jenis kelamin dan identitas-identitas lainnya baik itu lewat keturunan ataupun buatan. Kesadaran non dualitas itu yang akhirnya mampu menghadirkan surga semesta melampaui surga yang dipahami kebanyakan manusia sekarang. Surga semesta tanpa batasan yang hadir melalui bahasa kasih, bahasa damai tanpa kekerasan (Ahimsa). 

Selamat hari raya Pentakosta, keilahian (sudah) ada di dalammu.

☺️๐Ÿค๐Ÿ’๐Ÿ€๐Ÿ•ฏ๐Ÿ™

No comments: