Tuesday, April 21, 2020

Mengapa?

Apakah terlalu banyak 'mengapa' dalam kehidupan manusia?

Orang terdekat saya bertanya pada saya; "Mengapa kamu harus selalu bertanya 'mengapa' ketika seseorang menyuruhmu melakukan sesuatu hal yang baik tanpa penjelasan lebih terperinci?"

Tentu saja saya jawab;"Why not?" atau bahasa bersahajanya; "Mengapa tidak boleh?"

Haa!! Belum apa-apa sudah ada tiga kali penggunaan kata "mengapa"   

'Mengapa' adalah bentuk formal lainnya dari kata 'kenapa' - sebuah kata tanya yang menanyakan alasan atau sebab. Mengapa juga bentuk tidak langsung atas sebuah dari keingintahuan, ketidakpuasan dan/atau keraguan atas kalimat, pernyataan atau hal-hal yang dinyatakan sebelumnya.
 
Sebagian orang memberikan reaksi rata-rata dengan berpendapat; iyakan saja, supaya (semuanya bisa) cepat (dan tidak bertele-tele), ada juga yang berpendapat bahwa kita harus bisa bilang 'tidak' untuk setiap hal tanpa melontarkan pertanyaan 'mengapa?'

Tapi mengapa harus melakukan kedua hal diatas tersebut, bagaimana kalau kita balik?

Mengapa kita harus selalu 'iyakan' padahal ada hal-hal lain yang memang harus disanggah, disampaikan, diluruskan yang mungkin bisa merubahnya menjadi 'tidak'. Tentunya dengan cara bertanya terlebih dahulu, ya dengan bertanya 'mengapa'?

.. dan mengapa kita harus langsung berkata 'tidak' kalau ternyata bisa menjadi 'iya' setelah mendapat penjelasan terperinci dengan lagi-lagi bertanya, 'mengapa?'

Ya, mengapa kita harus berhenti menggunakan kata tanya "mengapa?"
Bisa mengikuti? Tidak bisa, mengapa?

No comments: