Maria, entah tiba-tiba saja nama ini terpatri dalam benak saya setelah menyudahi suatu misa Jumat Agung di sebuah gereja Katolik dekat rumah saya, selama perjalanan pulang. Mungkin karena memang nama ini muncul dalam bacaan alkitab malam itu, yang kedua mungkin karena sekali (nama tersebut) muncul langsung mempersonifikasikan 3 sosok yang berbeda dan mungkin bisa lebih? Yang terakhir mungkin lebih personal, ketika dalam sebuah akhir pemikiran tiba-tiba saja saya mengkaitkannya dengan nama saya sendiri, yang bisa dibilang hampir mendekati.
Tulisan ini bukan bentuk kristenisasi dari seorang yang menganut agama kristen yang sudah dilekatkan persis ketika suara tangisnya membahana karena begitu dinginnya udara yang dirasakan tubuh dibandingkan kehangatan dalam sebuah rahim ibu. Tulisan ini lebih mendekati ke ideologi pemikiran seorang feminist, walaupun saya sendiri tidak pernah melekatkannya pada diri saya sebagai suatu barcode atau label toh pada akhirnya ideologi (seseorang) tersebut bisa terlihat dari cara kita menilai, bertindak, bersikap, beragumen dan lain-lain. As I always said, no need to mention about yourself, just be spontaneous, the rest are following (your identity).
Kembali ke bacaan alkitab pada malam itu, (Yoh 18:1 - 19:42) mengenai kisah kematian Yesus. Pada bab 19 ayat 25 dibacakan; 'Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Kleopas dan Maria Magdalena.' .... dan tiba-tiba saja saya menjadi tidak memperhatikan ayat-ayat lanjutannya yang padahal masih ada sekitar 20-an lebih lagi. Inilah yang dimaksud kreatifitas bisa datang dari pintu mana saja, kata guru menulis saya.
Dari 3 Maria tersebut yang disebutkan pertama adalah Maria dari Nazareth (Virgin Mary atau Siti Maryam dalam bahasa Arab) atau Maria ibu Yesus, tentu saja penokohan ini disebutkan di awal karena peranan perempuan yang satu ini sangat significant pada Yesus sebagai tokoh utama alkitab tersebut (tapi bukan tokoh utama dalam tulisan saya).
Maria dari Nazareth adalah ibu biologis Yesus, walapun dalam alkitab dituliskan bahwa saat mengandung Yesus, Maria masih perawan (virgin birth). Secara teori biologi mengenai reproduksi pernyataan ini sangatlah tidak masuk di akal. Seorang perempuan hanya bisa menjadi ibu biologis
seseorang saat terjadi persetubuhan laki-laki dan perempuan yang menghasilkan pembuahan (walaupun bisa juga terjadi reproduksi aseksual, hanya saja pada jaman itu (saya rasa) belum ditemukan, jadi tidak masuk dalam pembahasan saya). Persetubuhan atau bahasa kerennya sexual intercourse, jika menghasilkan kehamilan secara alamiah mengindikasikan perempuan bukan
(lagi) perawan walapun hilangnya perawan tidak selalu karena persetubuhan. Kecuali ada pengertian yg berbeda mengenai kata 'perawan' yang dimaksud dalam
alkitab. Namanya juga agama, pemahamannya harus diluar logika, beyond our logical.
Maria dari Nazareth digambarkan sebagai perempuan yang memiliki sifat soleh, berbelas kasih. Ibu bijaksana dan tabah. Dia menikah setelah bertunangan dengan Yusuf. Saya bisa kategorikan seseorang sebagai perempuan yang (sangat) soleh (biasanya soleh identik dengan taat beragama dan bernorma dalam nilai-nilai sosial masyarakat) dan berbelas kasih ketika seorang perempuan tiba-tiba
diminta untuk 'menyerahkan' seluruh hidupnya untuk menjadi 'seseorang' (seseorang = orang yang memiliki peran penting baik saat berstatus lajang/single ataupun setelah menikah). Saya ambil perluasan arti kata hak-hak seorang perempuan sebagai contoh bentuk penyerahan hidup seorang perempuan. Hak (pada perempuan lajang/singel) untuk bersetubuh dengan laki-laki yang dia inginkan. Hak untuk memilih laki-laki yang ingin ia nikahi (ataupun tidak menikah sama sekali?). Hak untuk memutuskan kapan waktu yang tepat bagi dirinya sendiri untuk memiliki anak (terlepas dari status menikah atau tidak/belum). Hak dalam hal memutuskan untuk tidak memiliki anak (setelah menikah, tentu saja). Haknya untuk bebas dan memilih untuk tidak menjadi siapapun (ibu seorang Yesus) bahkan ketika yang memberitahu adalah seorang malaikat? Dan Maria dari Nazaret kehilangan semua itu.
Ibu (sangat) bijaksana saat harus kehilangan hak bersuara dan harus menyimpan segala 'perkara' (hanya) dalam
hatinya, pertanyaan-pertanyan yang ada dalam pikirannya, keraguannya. Tidak bisa mengumpat atau memaki (dalam batas wajar tentu saja) atas kenyataan hidup yang terjadi padanya yang menurut saya adalah realisasi sebuah emosi dalam hati dan itu baik. Bahkan kehilangan hak sebagai perempuan untuk menggurui anaknya sendiri yang ternyata (mungkin lebih) pintar, dalam kasus ini tentu saja (lagi-lagi) Yesus sendiri, sang tokoh utama injil malam itu (bukan dalam tulisan saya). Bukankah pastinya seorang yang disebut anak Bapa memiliki kepintaran yang lebih dari orang biasa (bahkan lebih dari ibu yang melahirkannya?), sayang dalam alkitab pendidikan bagi perempuan dan pendidikan yang dikecap oleh Maria dari Nazaret tidak dijelaskan secara detail.
Maria dari Nazaret juga menurut saya digambarkan sebagai sosok perempuan yang kehilangan hak dalam mengemukakan pendapatnya (walaupun pada akhirnya salah) lewat perdebatan, dan hal-hal lain yang lebih manusiawi untuk seseorang perempuan berstatus 'ibu'. Kehilangan hak untuk membela dan menuntut apa yang terjadi terhadap hak
hidup anaknya, kehilangan hak manusiawi untuk mengganjar orang-orang yang bersalah terhadap darah dagingnya dan menuntut pertanggung jawaban mereka. Bahkan kehilangan hak untuk melakukan hal-hal manusiawi yang keluar sebagai luapan emosi saat keadilan
tidak bisa lagi ditegakkan, seperti menangis meraung-raung/menjerit/dll (cukup manusiawi).
Walapun tindakan-tindakan (Maria dari Nazaret) seperti itu (mungkin) hanya terjadi dalam alkitab, "Terjadilah
padaku menurut kehendak-Mu". Hal tersebut dipercaya itulah kehendak YME (?), lagi-lagi semua itu bukan kehendak Maria (tokoh utama dalam tulisan saya) sebagai seorang perempuan utuh, manusia utuh.
Tokoh Maria yang kedua adalah Maria istri Kleopas. Kalau boleh jujur saya agak kesusahan untuk memulai pembahasannya, selain karena di alkitab sendiri Maria yang ini jarang disebut (mungkin) juga karena tidak banyak sumber yang mengupas mengenainya keberadaannya. Bisa dibilang sosok Maria ini bukanlah sosok perempuan yg istimewa untuk diobservasi. Pertanyaannya: apakah salah jika seorang perempuan bukan menjadi siapa-siapa? Hanya seorang perempuan dengan kesibukan yang mampu membahagiakannya? Maria istri Kleopas secara kasat mata dengan banyaknya nama "Maria" pada jaman tersebut adalah sosok perempuan yang
pada akhirnya dikenal karena menyandang nama suami dibelakangnya, Kleopas.
Siapakah Kleopas? Kleopas adalah salah satu murid Yesus yg melakukan perjalanan ke
Emaus setelah berita wafatnya Yesus tersebar. Kleopas bertemu dengan Yesus (tokoh utama dalam alkitab, bukan pada tulisan saya) tetapi tidak pernah menyadari siapa Yesus sebenarnya sampai ia ikut dalam perjamuan denganNya. Kemudian ia sadar dan percaya bahwa Yesus telah bangkit.
Naah! Bisa memahami maksud saya? Lalu siapa Maria selain dikenal karena suaminya?
Dia (hanya) seorang ibu rumah tangga biasa yang sederhana dengan 5 anak (menurut alkitab, lagi-lagi). Banyak perempuan dikenal karena atribut suaminya, dari yang paling sederhana; nama (besar) keluarga suami, posisi suami, pekerjaan, jabatan suami hingga riwayat hidup suami, dan lain-lainnya yang dilekatkan karena eksistensi seorang suami. Sejujurnya saya tidak pernah menghujat perempuan yang menyandang nama suami dibelakangnya
setelah seorang perempuan menikah. Nyonya si ini, nyonya si anu. Atau mungkin membubuhkan nama suami setelah nama depan mereka. Hanya saja menurut saya rasanya seperti bukti keabsahan 'kepemilikan' barang. Anehnya hal tersebut sudah berlaku bagi beberapa perempuan (pada etnis tertentu di Indonesia dan mungkin di negara bagian lain) saat mereka lahir? Pembubuhan nama keluarga dari sang ayah? Apakah berarti setelah perempuan lajang/single menikah maka beralih juga bentuk kepemilikannya? Lalu kapan perempuan dianggap sebagai kepemilikan utuh atas dirinya sendiri? Jiwanya? Tubuhnya?
Secara pribadi, masih banyak teman saya yang melakukannya, Beberapa 'pure' tidak sadar, tetapi ada juga yang dengan (sangat) sadar, biasanya jika nama
suaminya 'bagus', keturunan ningrat, kejawen atau suaminya orang bule, mereka bilang 'cool' atau keren. Dalam kehidupan saya pribadi pun saya sudah menyandang nama dari sistem patriarki, yaitu nama dari keluarga ayah, dan itulah silsilah yang terjadi pada sebuah keluarga ber-etnis Sumatra, Batak. Dan ketika saya menikah, saya menolak mentah-mentah mengadopsi nama keluarga laki-laki (panggilan untuk suami) saya. Ibaratnya, sejak lahir sudah menyandang nama dari sistem patriarki, haruskah setelah menikah saya juga mendukung sistem tersebut dengan merubah nama yang mengikuti nama pertama saya? Biasanya kepada seorang perempuan yang belum atau akan menikah, saya (selalu) menyarankan untuk tidak mengganti nama mereka setelah menikah dengan pembahasan lain yang akan panjang kali lebar dan melenceng dari topik Maria ini. W. Shakespeare memang pernah mengungkapkan “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.” (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi). Mungkin menurut saya yang menjadi dasar ia mengungkapkan pepatah tersebut ketika ada gunjingan bahwa karya-karyanya yang terkenal itu bukanlah dihasilkan olehnya tetapi oleh seorang keturunan bangsawan yang pada masa tersebut diharamkan menciptakan kesenian karena lagi-lagi bertentangan dengan agama. Bahkan sekuntum mawar pun disebut mawar karena ia memiliki spesifikasi harum yang berbeda dengan melati, anggrek ataupun bunga sedap malam.
Sosok terakhir dengan nama serupa adalah Maria Magdalena, wanita pendosanya (versi alkitab), dia yang tertangkap basah berbuat zinah dalam kutipan injil Yohanes; (8:4) 'Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi perempuan ini tertangkap basah ketika sedang berbuat zina.' (8:5) 'Musa dalam hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatMu tentang hal ini?'
Ini sesuatu yang lucu menurut saya. Apakah yang dimaksud zinah itu menurut alkitab? Berzinah yang menurut saya identik dengan dosa atas tubuh itu tidak jelas perkaranya (ya tentu saja, karena jika jelas, alkitab akan dianggap sama dengan model buku pengetahuan lain). Apakah perkara bersetubuh sebelum menikah? Atau perkara bersetubuh dengan orang yang sudah menikah? Perkara bersetubuh dengan berganti-ganti pasangan? Atau ada perkara-perkara lain yang dianggap berzinah? Berzinah yang pada akhirnya identik dengan persetubuhan itu seharusnya dilakukan berpasangan bukan? Kecuali jika pada zaman tersebut berzinah dengan diri sendiri (masturbasi/onani) juga dianggap zinah (saya rasa tidak, mungkin karena tidak pernah terpikirkan?).
Jika memang seperti itu bukankah berarti Maria Magdalena melakukannya dengan laki-laki lain? Lalu mana sosok itu? Kenapa ia tidak ikut mendapat penghakiman sosial yang sama? Terancam dengan hukuman yang sama? Apakah karena memang dalam (versi) alkitab, dosa asal dilakukan oleh sosok perempuan, hawa? Seorang penggoda, pendosa awal? Sehingga pada akhirnya hukuman harus dibebankan kepada perempuan saja? Kepadanya Maria Magdalena? Maria Magdalena akhirnya terbentuk menjadi sebuah sosok dalam cerita pembelajaran, sebagai seorang wanita pendosa yang diingat, ditulis, dilukis, menjadi sebuah bukti walaupun belum terbukti? Walaupun dalam lanjutan kutipan bacaan alkitab diatas pada akhirnya Yesus (tentu saja masih tokoh utama dalam alkitab dan bukan dalam tulisan saya) membebaskan Maria dari hukuman rajam (yang diperboleh pada jaman tersebut) atas kuasaNya. Kuasa atas perzinahan yang belum jelas perkaranya seperti yang saya terangkan diawal pembahasan mengenai Maria Magdalena. Hmm....
Jika memang seperti itu bukankah berarti Maria Magdalena melakukannya dengan laki-laki lain? Lalu mana sosok itu? Kenapa ia tidak ikut mendapat penghakiman sosial yang sama? Terancam dengan hukuman yang sama? Apakah karena memang dalam (versi) alkitab, dosa asal dilakukan oleh sosok perempuan, hawa? Seorang penggoda, pendosa awal? Sehingga pada akhirnya hukuman harus dibebankan kepada perempuan saja? Kepadanya Maria Magdalena? Maria Magdalena akhirnya terbentuk menjadi sebuah sosok dalam cerita pembelajaran, sebagai seorang wanita pendosa yang diingat, ditulis, dilukis, menjadi sebuah bukti walaupun belum terbukti? Walaupun dalam lanjutan kutipan bacaan alkitab diatas pada akhirnya Yesus (tentu saja masih tokoh utama dalam alkitab dan bukan dalam tulisan saya) membebaskan Maria dari hukuman rajam (yang diperboleh pada jaman tersebut) atas kuasaNya. Kuasa atas perzinahan yang belum jelas perkaranya seperti yang saya terangkan diawal pembahasan mengenai Maria Magdalena. Hmm....
Belum lagi adanya persepsi (baru-baru ini) atas adanya keterlibatan hubungan khusus antara Maria Magdalena dengan Yesus. Menurut saya sangatlah menyudutkan ketika seorang perempuan yang dekat dengan seorang lelaki selalu mendapat pandangan sinis bahwa mereka mempunya hubungan tertentu, terlepas dari benar tidaknya sebuah catatan sejarah. Apa salah? Apakah karena Yesus seorang suci dalam alkitab? Sehingga hasrat seksual tidak dibenarkan? Ada bentukan pandangan sosial yang menurut saya menjadikan seorang perempuan kehilangan haknya. Kehilangan hak ketika hasrat seksual perempuan dipertanyakan, disangkal, dinistakan. Tidak diperbolehkan. Maria Magdalena pada akhirnya selalu muncul dalam kutipan
alkitab sebagai sosok dengan identitas temuannya, perempuan pendosa;
1. dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh
jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang
telah dibebaskan dari tujuh roh jahat (Luk 8:2).
2. datanglah seorang perempuan kepada-Nya membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak itu dicurahkannya ke atas kepala Yesus, yang sedang duduk makan (Mat 26:7), Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya dimana saja Injil ini diberitakan di seluruh duania, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingatkan dia (Maria Magdalena) (Mat 26:13).
2. datanglah seorang perempuan kepada-Nya membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak itu dicurahkannya ke atas kepala Yesus, yang sedang duduk makan (Mat 26:7), Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya dimana saja Injil ini diberitakan di seluruh duania, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingatkan dia (Maria Magdalena) (Mat 26:13).
Tentu saja digambarkan sebagai seseorang perempuan yang memperoleh pengampunan penuh atas hasrat seksualnya kemudian
menjadi lambang pertobatan semua perempuan pendosa (RMP).
Notes:
"Hai, Thomas, jiwa peragu, siapakah kamu berani menghakimi Aku?"
"Aku bukan siapa-siapa, Tuhanku. Aku hanyalah kalangan berdosa yang berusaha memahamiMu dengan keterbatasanku."
"Lalu mengapa Kau tidak percaya apa yang tertulis atas peristiwaKu?"
"Tuhanku, Allahku. Kau ciptakan aku sebagai makhluk sempurna dengan semua indera pada raga dan jiwaku. Maka biarkanlah apa yang Kau ciptakan aku fungsikan dengan baik. Mata untuk membaca dan melihat. Telinga untuk mendengarkan. Mulut untuk bertanya dan mewartakan. Supaya bukan hanya hatiku yang percaya bahwa Kau memang ada, tetapi juga pikiranku, dimana semua pengetahuanku bersumber padanya."
No comments:
Post a Comment